Senin, 01 Juni 2009

Alat Ukur radiasi

Alat Ukur Radiasi

  1. Karakteristik dasar alat ukur radiasi

 

Alat ukur radiasi adalah alat yang mampu mengukur kuantitas radiasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Kuantitas radiasi yang dapat di deteksi oleh alat ukur radiasi antara lain; flux, fluence, eksposure, kerma dan dosis serap. Alat ukur radiasi merupakan suatu sistim yang terdiri dari detektor dan rangkaian elektrometer. Detektor adalah bagian yang peka terhadap radiasi dan elektrometer adalah alat elektronik yang mengubah tanggapan detektor menjadi besaran fisika yang diinginkan.

 

Secara garis besar kuantitas radiasi bisa dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

1.      kuantitas yang dapat menggambarkan jenis sumber radiasi, seperti kuat kerma atau aktifitas.

2.      kuantitas yang dapat menggambarkan berkas radiasi dan partikelnya, seperti fluence dan energi fluence.

3.      kuantitas yang dapat menggambarkan efek radiasi terhadap materi, seperti paparan dan dosis.

 

Berdasarkan prinsip interaksi radiasi dengan materi, semua jenis detektor harus dapat digunakan untuk mengukur dosis dan paparan radiasi. Besaran fisika yang diukur dalam pendeteksian radiasi adalah banyaknya ionisasi yang dihasilkan dari interaksi radiasi dengan materi detektor. Berdasarkan nilai ionisasi tersebut akan diperoleh besaran dosis atau paparan radiasi. Jenis detektor yang dapat mengukur besaran dosis secara langsung adalah kalorimeter.

 

Setiap detektor harus memiliki faktor yang dapat mengubah besaran yang terukur oleh detektor menjadi besaran yang diinginkan dalam proses pengukuran. Faktor pengubah tersebut dikenal sebagai faktor kalibrasi, dan akan sangat menentukan ketepatan hasil pengukuran.

 

Detektor yang ideal harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain :

1.      Akurasi : menyatakan kemampuan detektor untuk mengukur besaran radiasi dengan benar. Akurasi detektor akan dibatasi oleh kesalahan sistemik dan stokastik yang secara alami dimiliki oleh detektor tersebut. Gabungan kesalahan mengakibatkan pergeseran hasil pengukuran dan secara umum dikenal sebagai deviasi, dan sangat menentukan tingkat presisi detektor.

 

2.      Presisi : menyatakan kemampuan detektor untuk memberikan pengulangan hasil pengukuran yang sama pada kondisi yang tetap.

 

 

Gambar. Hubungan presisi dengan deviasi (a) akurasi dan presisi tinggi, (b) akurasi rendah dan presisi tinggi, (c) akurasi tinggi dan presisi rendah dan (d) akurasi dan presisi rendah.

 

 

3.      Linieritas detektor : menyatakan respon detektor terhadap perubahan dosis. Detektor harus memiliki respon yang linier terhadap perubahan dosis. Linieritas detektor sangat ditentukan oleh materi penyusun detektor. Detektor yang ideal adalah detektor yang memiliki respon linier terhadap perubahan dosis.

Gambar. Respon detektor terhadap dosis (A) Linier, supralinier dan saturasi (B) Linier dan saturasi

 

4.      Ketergantungan laju dosis : menyatakan perubahan respon detektor terhadap perubahan laju dosis. Karakteristik laju dosis sangat penting dalam pengukuran pada pesawat linac, karena linac mampu memberikan dosis yang sangat tinggi dengan pulsa radiasi yang sangat kecil.

5.      Ketergantungan energi : menyatakan perubahan respon detektor terhadap perubahan energi berkas radiasi. Energi radiasi disebut juga kualitas berkas, karena terminologi kualitas berkas digunakan untuk menyatakan distribusi energi radiasi. Faktor kalibrasi yang diberikan oleh laboratorium kalibrasi hanya didasarkan pada satu jenis energi, sehingga jika detektor digunakan untuk mengukur radiasi dengan energi yang lain harus dilakukan koreksi respon energi agar diperoleh hasil yang tepat.

 

Gambar. Ketergantungan energi pada dosimeter film.

6.      Ketergantungan arah berkas : menyatakan perubahan respon detektor terhadap perubahan sudut berkas radiasi. Hal ini terjadi karena keterbatasan desain dan ukuran detektor. Faktor koreksi arah datang radiasi akan sangat penting dalam pengukuran dosimetri in Vivo.

 

Gambar. Respon detektor plane parallel terhadap perubahan sudut datang radiasi

 

7.      Resolusi spasial : menyatakan kemampuan detektor untuk mengukur pada titik yang berdekatan. Resolusi spasial sangat ditentukan oleh ukuran dan desain detektor. Pada umumnya, semakin kecil ukuran detektor resolusi spasial akan lebih baik. Detektor yang memiliki resolusi paling baik adalah detektor film.

 

B. Sistem detektor

B.1 Sistim detector kamar pengion

Detektor kamar pengion merupakan alat ukur radiasi yang mengukur jumlah ionisasi yang terjadi didalam rongga detector. Secara garis besar detector kamar pengion terdiri dari rongga yang berisi gas yang terlingkupi oleh dinding luar yang terbuat dari bahan bersifat konduktif dan pada bagian tengah terdapat elektroda yang berfungsi untuk mengumpulkan ion(lihat gambar detector kamar pengion).

            Bagian dinding dan elektroda terpisah oleh suatu insulator yang berfungsi untuk mengurangi kemungkinan terjadinya arus bocor pada saat detector diberikan beda tegangan. Pada kondisi tertentu, pelindung elektroda digunakan untuk menghindari terjadinya kebocoran arus. Pelindung elektroda berfungsi untuk “menangkap” arus bocor yang muncul dan menyalurkannya ke “Ground” sehingga arus bocor tidak mengalir melalui elektroda, dan pelindung elektroda juga dapat meningkatkan keseragaman medan listrik yang terjadi didalam detector kamar pengion. Biasanya detector yang memiliki pelindung elektroda adalah detector tipe plan parallel. Agar detector dapat digunakan, dibutuhkan suatu alat yang dapat membaca jumlah ion yang dikumpulkan oleh detector, alat tersebut adalah electrometer.

            Secara umum, electrometer merupakan suatu rangkaian elektronik yang memiliki penguatan tinggi, feedback negative, operational amplifier dengan resistor atau kapasitor yang berfungsi untuk mengukur arus dan muatan di dalam detector kamar pengion. Pengukuran biasanya dilakukan menggunakan interval waktu yang constant.

 

 

Jenis detector yang popular dan banyak digunakan adalah detector kamar pengion tipe farmer. Detektor tipe farmer memiliki karakteristik sebagai berikut tidak dipengaruhi oleh arah datang sinar radiasi, volume detector berkisar 0.05-1.00 cm3, radius 2-7 mm, panjang 4-25mm, ketebalan dinding detector 0.1g/cm2, dan dapat digunakan untuk pengukuran radiasi photon, electron, proton dan ion.

Detektor plan parallel merupakan tipe lain dari detector kamar pengion, dan direkomendasikan untuk pengukuran dosis electron dengan energi dibawah 10MeV, distribusi dosis kedalaman berkas electron dan foton, dosis permukaan radiasi foton, dan pengukuran didaerah build up. Detector jenis ini memiliki keunggulan dalam hal resolusi spasial sehingga dapat digunakan untuk pengukuran pada daerah radiasi yang memiliki laju penurunan atau gradient tinggi, karena volume aktif yang berfungsi dalam pengukuran cukup kecil. Secara umum komponen detector plan parallel terdiri dari elektroda polarisasi, elektroda pengumpul ion, cincin pelindung elektroda.

 

 

 

B.2. Detektor termoluminisensi

Pada proses penyerapan radiasi beberapa material akan menyimpan energi yang diserap pada kondisi yang metastabil (kurang stabil). Jika materi tersebut diberikan energi secara sistematis energi metastabil tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk ultraviolet, cahaya tampak atau infra merah, fenomena tersebut dikenal dengan nama proses luminisensi. Proses penyimpanan energi radiasi terjadi diawali saat radiasi mengenai materi, pada saat tersebut electron bebas dan “hole” terbentuk. Pada materi yang memiliki sifat luminisensi, terdapat suatu daerah “storage trap” yang terletak di antara pita konduksi dan valensi (lihat gambar…). Electron dan “hole” yang terbentuk akan bersatu lagi atau terjebak di dalam “storage trap”. Jumlah electron yang terjebak akan sebanding dengan jumlah radiasi yang mengenai material luminisensi. Elektron yang terjebak akan  keluar dan bersatu kembali dengan “hole” jika detector luminisensi diberikan energi dalam bentuk panas secara sistematis. Pada saat electron dan “hole” bergabung akan dipancarkan cahaya yang akan ditangkap oleh penguat cahaya PMT (Photomultiplier Tube). Bahan yang memiliki sifat luminisensi disebut dengan nama Thermoluminescenct detector atau TLD. Beberapa jenis materi yang bersifat luminisense antara lain  CaSO4:Mn,Dy, LiF:Mg,Ti, LiF:Mg,Cu,P. Sebelum digunakan TLD harus dipanaskan terlebih dahulu pada suhu tertentu untuk menghapus energi yang masih tersisa didalam TLD.

 

 

Sistim pambacaan TLD secara garis besar terdiri dari planchet, PMT dan elekrometer. Planchet berfungsi untuk meletakkan dan memanaskan materi TLD, PMT berfungsi menangkap cahaya luminisensi dan mengubah menjadi sinyal listrik, dan memperkuat sinyal akhir, elektrometer berfungsi mencatat sinyal PMT dalam satuan arus atau muatan.

 

Sinyal hasil pembacaan TLD disebut kurva pancar atau “glow curve”. Kurva pancar diperoleh dengan memberikan panas dengan laju kenaikan panas secara konstan sampai suhu tertentu, dan kurva digambarkan sebagai fungsi suhu.

 

Detector TLD memiliki sifat yang linier terhadap rentang dosis radioterapi dan respon TLD dipengaruhi oleh energi. Beberapa proses harus dilakukan sebelum menggunakan TLD yaitu kalibrasi respon energi, “fading” atau penurunan bacaan akibat penundaan proses pembacaan, dan koreksi respon dosis pada daerah non linier.

 

B.3. Sistim detector dioda

Detektor dioda jenis silicon adalah dioda jenis p-n yang dibuat dengan cara memberikan silicon tipe p atau n yang diberikan “pengotor” atau doping. Dioda jenis tersebut dikenal dengan detector dioda tipe p-Si atau n-Si. Kedua jenis dioda tersebut dapati ditemui di pasaran, akan tetapi hanya jenis dioda p-Si yang sesuai untuk aplikasi radioterapi, karena dioda jenis ini memiliki “dark current” yang rendah dan tahan terhadap kerusakan fisik akibat radiasi. Radiasi yang mengenai dioda akan menghasilkan pasangan electron dan hole (e-h) pada permukaan detector, termasuk juga daerah “depletion later”. Muatan yang terbentuk akan ter-“sedot” oleh daerah “depletion layer” akibat adanya muatan listrik didalam daerah “depletion layer”. Pada saat muatan melalui daerah tersebut akan terbentuk arus listrik yang kemudian akan terukur oleh system electrometer.

 

Pada umumya detector jenis dioda dioperasikan tanpa menggunakan bias listrik untuk mengurangi arus bocor, dan arus yang terjadi pada saat radiasi mengenai dioda bersifat linier terhadap dosis yang terukur. Detector dioda memiliki ukuran yang relative lebih kecil dan sensitive dibandingkan dengan detector kamar pengion. Karena ukuran yang kecil dioda banyak digunakan untuk pengukuran dosis in Vivo. Sebelum digunakan detector dioda harus dikalibrasi dan factor-faktor koreksi yang mempengaruhi bacaan dioda harus diketahui.

 

 

E. Sistim detector film

Film memiliki peranan yang penting dalam radiodiagnostik, terapi dan proteksi radiasi, karena film dapat berfungsi sebagai detector, dosimeter relative ataupun media penyimpan informasi. Komponen film yang belum terkena radiasi terdiri dari senyawa perak bromide (AgBr) dalam bentuk gelatin yang menempel pada kedua sisi bagian film. Radiasi pengion yang mengenai AgBr akan menghasilkan citra laten yang akan muncul setelah melalui proses tertentu.

Beberapa aplikasi dosimeter film adalah sebagai alat ukur dosis relative (sinar gamma, photon ataupun electron), pengukuran kesesuaian berkas radiasi dengan indicator cahaya lapangan, profil distribusi dosis, verifikasi dosis, alat uji kebocoran pelindung sumber, dan lain-lain.

 

 

Setiap senyawa AgBr pada film berfungsi sebagai detector radiasi. Secara fisik, film memiliki ukuran sangat kecil yaitu sekitar tebal 200m dan ukuran AgBr 10-20m, sehingga film merupakan sistim detector yang paling kecil.  Pada saat diradiasi,  senyawa AgBr akan terionisasi dan terbentuk citra laten, setelah mengalami proses pencucian senyawa Ag yang tidak terionoisasi akan terlarut dalam proses pencucian film.

            Cahaya yang melewati lapisan film dapat diukur dengan satuan OD (Optical Density) menggunakan alat densitometer. OD didefinisikan sebagai rasio Intensitas awal terhadap intensitas yang terukur dalam skala logaritma  . Detektor film memberikan resolusi spasial yang paling baik karena ukuran detetktor AgBr yang sangat kecil. Respon detector film ditentukan oleh beberapa parameter yang cukup sulit untuk dikontrol yaitu konsistensi proses pencucian film dan rentang dosis yang terbatas. Pada umumnya detector film digunakan untuk pengukuran kualitatif, tetapi dengan proses kalibrasi yang sesuai dosimetri film juga dapat digunakan untuk pengukuran dosis.

            Pada kondisi yang ideal hubungan antara OD dan dosis adalah linier, akan tetapi tidak semua emulsi film memiliki respon yang linier. Oleh karena itu sebelum digunakan respon film terhadap dosis harus dikalibrasi terlebih dahulu. Kurva respon film terhadap dosis dikenal sebagai kurva sensitometer atau karakteristik atau H&D.

Parameter penting dalam kurva karakteristik film yaitu gamma,latitude dan speed. Tingkat kemiringan atau daerah kemiringan yang linier disebut daerah gamma, latitude adalah daerah yang berada pada bagian linier dari kurva sensitometeri, speed adalah nilai exposure yang dibutuhkan untuk menghasilkan nilai OD > 1 diatas daerah fog, dan fog adalah kondisi kehitaman film tanpa expose.

C. Pengukuran parameter fisika tabung sinar-X

C.1 Pengukuran tegangan kerja, waktu exposi dan dosis

Kualitas citra dan dosis pasien sangat tergantung oleh variasi tegangan kerja dan waktu eksposi yang dihasilkan oleh generator tabung sinar-X, sehingga akurasi tegangan kerja sangat penting sekali. Sangat disarankan sekali pengukuran tegangan kerja dilakukan secara non invasive untuk menjaga kestabilan pesawat sinar-X setelah pengukuran. Detektor yang bias digunakan dalam pengukuran tegangan kerja adalah detector solid state atau detector kamar pengion.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Parameter yang diukur dalam pengukuran tegangan kerja berupa pulsa intensitas yang terukur oleh detector. Parameter intensitas yang terukur oleh detector berupa tegangan kerja maksimum, efektif dan tegangan kerja rata-rata.

 

 

 

 

 

 

 

 


Waktu eksposi diukur berdasarkan jumlah pulsa yang dikeluarkan oleh tabung sinar-X. Pengukuran waktu eksposi dapat dilakukan pada saat paparan radiasi mencapai 75%  maksimum dan pada saat menurun 75% dari paparan maksimum

 

C.2 Pengujian sistim kolimasi

Pengujian kesesuaian berkas radiasi dengan cahaya kolimator dilakukan sesuai gambar 4.  Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui akurasi cahaya kolimator dengan berkas radiasi yang dihasilkan oleh pesawat sinar-X. Evaluasi akurasi didasarkan dari besar perbedaan antara berkas cahaya dengan sinar-X yang dihasilkan oleh pesawat sinar-X. Jika terdapat penyimpangan perlu dilakukan pengaturan pada sistim kolimasi.

Gambar 4. Konfigurasi pengukuran sistim kolimasi

Pengujian sistim iluminasi bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerahan cahaya yang dihasilkan dari kolimator. Cahaya kolimator perlu dilakukan karena lokalisasi daerah pengambilan citra ditentukan oleh cahaya dari kolimator. Evaluasi dilakukan dengan melihat tingkat kecerahan cahaya yang dikeluarkan oleh lampu kolimator. Konfigurasi pengukuran dilakukan sesuai dengan gambar 5.

Gambar 5. Konfigurasi pengukuran tingkat iluminasi cahaya kolimator

C.4. Pengujian generator dan tabung sinar-X

Pengujian generator dan tabung sinar-X meliputi pengujian  Akurasi tegangan kerja,  waktu eksposi, Keluaran dan linieritas keluaran radiasi,  Kedapatulangan, Kualitas berkas radiasi (HVL) dan Kebocoran tabung sinar-X. pengujian akurasi tabung sinar-X dilakukan menggunakan alat penganalisa berkas radiasi non invasive. Pengujian harus dilakukan dengan alat ukur yang telah terkalibrasi dan alat ukur telah terkondisi sesusai dengan ruangan pengukuran.  Konfigurasi pengukuran dan evaluasi pengukuran dapat dilihat pada gambar 6 dan table 1.

Gambar 6. Konfigurasi pengukuran Akurasi tegangan kerja,  waktu eksposi, Keluaran dan linieritas keluaran radiasi,  Kedapatulangan, dan Kualitas berkas radiasi (HVL). Pada pengukuran selain pengukuran HVL, filter alumunium dilepaskan

 

Gambar 7. Konfigurasi pengukuran kebocoran tabung menggunakan detektor kamar pengion

 

Gambar 8. Orientasi titik pengukuran kebocoran tabung.

Tabel 1. Evaluasi uji fungsi generator dan tabung sinar-X, nilai batas diambil berdasarkan rekomendasi British Colombia, Canada, 2004.

 

 

Referensi

Diagnostic X-Ray Unit  QC Standards in BC, Radiation Protection Services, Canada, 2004

IAEA Training Material on Radiation Protection in Diagnostic and Interventional Radiology,IAEA,Vienna 2005

Diagnostic X-Ray equipment compliance testing: workbook 1-Mobile Radiographic Equipment, Radiological Council of Western Australia,ISBN 0-9775570-1-4, Nedlands Western Australia,2006

Diagnostic X-Ray equipment compliance testing: workbook 2-Mammographic Equipment, Radiological Council of Western Australia,ISBN 0-9775570-2-2, Nedlands Western Australia,2006

Diagnostic X-Ray equipment compliance testing: workbook 3-Major Radiographic Equipment, Radiological Council of Western Australia,ISBN 0-9775570-3-0, Nedlands Western Australia,2006

Diagnostic X-Ray equipment compliance testing: workbook 4-Fluoroscopic Equipment, Radiological Council of Western Australia,ISBN 0-9775570-1-9, Nedlands Western Australia,2006

Diagnostic X-Ray equipment compliance testing: workbook 5-Dental Radiographic Equipment, Radiological Council of Western Australia,ISBN 0-9775570-5-7, Nedlands Western Australia,2006

Diagnostic X-Ray equipment compliance testing: workbook 6-Computed Tomography Equipment, Radiological Council of Western Australia,ISBN 0-9775570-6-5, Nedlands Western Australia,2006

 

1 komentar:

  1. ada gak gambar dari alat pengukur abu tersebut dan prinsip kerja nya????
    mohon bantuannya

    BalasHapus